Saturday, July 1, 2017

Gas Sweetening : Reaktan yang Digunakan

Acid Gas Removal Unit (AGRU) merupakan sebuah unit pengolah yang biasanya ditempatkan di pabrik pengolahan gas untuk menyerap komponen asam yang biasa terkandung dalam gas bumi, terutama adalah H2S dan juga CO2.

H2S harus dipisahkan dalam gas bumi karena merupakan sebuah zat yang beracun, gampang terbakar (flammable) dan juga bersifat korosif. H2S tidak berwarna dan jika dibakar akan bereaksi untuk membentuk SO2 yang merupakan gas polutan yang bisa menyebabkan hujan asam. Maka dari itulah, keberadaan H2S dalam gas alam harus dikurangi seminimal mungkin. Biasanya gas alam yang telah diproses, treated gas/ sweet gas, memiliki kandungan H2S berkisar antara angka 10-100 ppm volume.

Disisi lain, CO2, yang merupakan gas asam selain H2S, juga harus dikurangi karena bisa menyebabkan berkurangnya nilai bakar (heating value) sehingga gas tidak dapat menghasilkan energi yang optimal ketika dibakar. Adanya CO2 juga tidak diinginkan pada proses pencairan (liquefaction) untuk menghasilkan LNG karena bisa menyebabkan peristiwa terbentuknya dry ice CO2 yang bisa menyebabkan penyumbatan

Sour Gas atau gas asam merupakan istilah yang sering digunakan pada inlet gas yang masuk pada AGRU. Biasanya suatu gas asam memiliki kandungan H2S pada kisaran 1-2% mol dan  CO2 hingga 45% mol dari jumlah total mol gas.

Gas yang telah keluar dari AGRU disebut sebagai sweet gas. Maka dari itulah, proses AGRU biasanya disebut sebagai Gas Sweetening.

Pada proses gas sweetening, reaktan Amine biasa digunakan untuk menyerap H2S dan CO2. Beberapa contoh Amine yang digunakan dalam AGRU :

- Diethanolamine (DEA)
- Monoethanolamine (MEA)
- Methyldiethanolamine (MDEA)
- Diisopropanolamin (DIPA)
- Aminoetoksietanol (Diglikolamina) (DGA)

Saat ini, banyak proses sweetening gas yang menggunakan MDEA sebagai reaktan yang digunakan untuk menyerap gas asam. Hal ini dikarenakan MDEA memiliki selektifitas yang tinggi terhadap gas H2S dibandingkan dengan CO2. Tentu saja hal ini sangatlah penting karena kita menginginkan produk dengan kandungan H2S seminimal mungkin. Jangan sampai CO2 yang terserap oleh reaktan lebih sempurna dibanding dengan H2S sehingga menyebabkan penyerapan terhadap H2S menjadi terganggu.

Reaksi Amine dengan H2S dan CO2



Berikut adalah contoh kasus gambaran bagaimana reaksi MDEA dengan H2S relatif terhadap CO2 pada sebuah kolom absorber, pada kondisi sebagaimana berikut :
Kondisi operasi sebuah kolom absorbsi H2S dan CO2 
Dapat diketahui kandungan H2S dan juga CO2 berturut-turut adalah 1 dan 10 % dari total volume gas. Pada kolom tersebut, digunakan reaktan MDEA dengan konsentrasi sebanyak 45% weight, yang sisanya adalah air.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, mari kita lihat bagaimana pengaruh penyerapan H2S relatif terhadap CO2 dengan menggunakan reaktan MDEA pada grafik dibawah :


Grafik sebelah kanan menunjukkan penyerapan terhadap H2S, sedangkan pada sebelah kiri terhadap CO2. Tiap garis mewakili jumlah aliran reaktan yang dimasukkan kedalam kolom absorber. Dapat diketahui, semakin kecil suatu aliran reaktan relatif terhadap gas, maka penyerapan H2S dan CO2 tidaklah signifikan. Hingga akhirnya, kita harus menaikkan aliran tersebut untuk mendapatkan jumlah penyerapan gas asam yang signifikan, yaitu pada angka 175 hingga 225.

Pada angka aliran tersebut, mari kita lihat grafik sebelah kiri yang menerangkan hubungan antara jumlah tray dan konsentrasi H2S pada treated gas/ sweet gas. Pada tray ke 8-15, kita mendapatkan sebuah garis yang cukup curam hingga kemudian selanjutnya pada tray 15-20, kita mendapatkan garis yang cukup landai. Artinya adalah reaksi MDEA dengan H2S berlangsung dengan cepat, sehingga akhirnya ia hampir mencapai kesetimbangan pada pertengahan kolom dimana tidak banyak lagi H2S yang bisa terserap dalam MDEA yang ditandai dengan garis landai.

Hal ini berbeda dengan grafik sebelah kanan, dimana menunjukkan hubungan antara jumlah CO2 yang lolos (slip) dengan tray. Bisa diketahui bahwa pada flow 175 hingga 225, terjadi penyerapan CO2 yang signifikan pada seluruh tray. Dan, tentu saja kelakuan ini sangatlah berbeda dengan penyerapan H2S.

Maka bisa dikatakan, reaksi MDEA terhadap H2S bersifat kinetik sedangkan terhadap CO2 bersifat equilibrium. Hal ini juga berpengaruh terhadap desain absorber yang digunakan untuk menyerap H2S dan CO2 sebagaimana digambarkan dibawah :

Amine Absorber 
Bisa dilihat pada gambar diatas, bahwa gas asam dimasukkan ke dalam kolom dari bawah dan solvent MDEA dimasukkan dari atas. Maka kontak antara MDEA dan gas terjadi secara counter-current. Sweet gas akan dikeluarkan dari atas kolom dan rich- MDEA (sebutan untuk MDEA yang telah mengandung gas asam) dikeluarkan lewat bawah kolom.

Bisa kita lihat bahwa kolom absorber diatas didesain dengan memiliki tiga buah feed inlet MDEA, meskipun pada kenyataannya yang digunakan adalah satu buah. Tiga feed tersebut, terletak pada tray 1, 3 dan 5. Artinya, operator memiliki kebebasan untuk memilih pada tray keberapa MDEA dimasukkan. Tentu saja, semakin tinggi tray akan semakin lama waktu kontak antara MDEA dengan gas. Hal ini, dibuat tentu saja untuk mengontrol jumlah CO2 yang lolos (slip away) sebagaimana ditunjukkan grafik diatas. Hal ini penting karena sebagaimana diuraikan pada awal cerita, bahwa adanya CO2 bisa menurunkan nilai bakar suatu gas (heating value). Dan tentu saja, harga jual sebuah bahan bakar ditentukan oleh heating value yang dihasilkan. Semakin tinggi heating value akan semakin tinggi nilai jual dan sebaliknya. Hal ini juga didasari bahwa konsentrasi feed sour gas yang bisa berubah-ubah.

Presentasi mengenai gas sweetening bisa anda dapatkan disini.

No comments:

Post a Comment

Leave your comment, any urgent message please mail me !